Dinar dan Dirham sebagai Mata Uang Terbaik  



Senin, 18 November 2019 - 13:24:48 WIB



Oleh: Ikram Syah, Dhini, Caca, Merry dan Rizal

 

Uang adalah sesuatu yang tidak pernah lepas dari kehidupan kita sehari-hari. Uang ini yang kita jadikan sebagai alat tukar untuk kegiatan jual beli pada kehidupan perekonomian. Islam memandang uang hanya sebagai alat tukar (medium of exchange), bukan sebagai barang dagangan (komoditas) yang diperjualbelikan seperti sekarang.

Mata uang yang digunakan di Indonesia adalah mata uang rupiah. Mata uang yang dianjurkan pada ekonomi islam itu sendiri adalah dinar emas  dan dirham perak. Beberapa kalangan berpendapat bahwa kita lebih baik  kembali menggunakan dinar dan dirham. Hal itu dikarenakan mereka mengganggap rupiah itu sendiri tidak memenuhi kriteria mata uang syari’i.

Indonesia sendiri pernah memberlakukan penggunaan dinar dan dirham sebagai mata uang resmi pada abad ke- 14. Dinar dan dirham pernah mendominasi pasar-pasar di sebagian wilayah Nusantara. Antara lain di Pasai, Malaka, Banten, Cirebon, Demak, Tuban, Gresik, Gowa, dan Kepulauan Maluku.

Dalam sejarah islam, belum pernah terjadi krisis seperti sekarang. Mata uang memang relatif stabil manakala nilainya masih disandarkan pada emas. Sejak zaman Rasulullah SAW hingga Dinasti Ustmaniyah, hanya dikenal uang emas dan perak. Uang kertas tidak dikenal sama sekali.

Menurut Abu Ubaid (wafat 224 H), seperti yang dikutip Ahmad Hasan, definisi naqdain (dirham dan dinar) adalah nilai harga dari sesuatu. Artinya, dinar dan dirham adalah standar ukuran nilai yang dibayarkan dalam transaksi barang dan jasa. Sementara Al-Ghazali (wafat 595 H) juga menyatakan bahwa Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim penengah di antara seluruh harta sehingga seluruh harta bisa diukur dengan keduanya. Ibnu Al-Qayyim (wafat 751 H) turut berpendapat bahwa dinar dan dirham adalah nilai harga dari barang komoditas. Jadi, uang adalah standar unit ukuran untuk nilai harga komoditas.

Sekarang ini uang kertas sudah menggantikan penggunaan dari dinar emas dan dirham perak. Akibat dari hilangnya pemakaian penggunaan dinar dan dirham adalah masyarakat terus menerus menanggung akibat merosotnya nilai alat tukar uang kertas yang berlaku saat ini. Kemiskinan menjadi fenomena umum akibat inflasi yang tiada henti.

Nilai dari dinar dan dirham selalu naik dari waktu ke waktu. Secara praktis dalam kehidupan sehari-hari dinar dan dirham memberikan keuntungan karena bebas inflasi. Dalam semua mata uang kertas, kurs dinar emas dan dirham perak naik dari tahun ke tahun.

Adapun Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Akan datang suatu masa pada umat manusia, pada masa itu tidak ada yang bermanfaat kecuali dinar (uang emas) dan dirham (uang perak)” (HR Imam Ahmad)

Dinar emas dan dirham perak merupakan alat tukar paling stabil. Sejak awal sejarah islam sampai saat ini, nilai mata uang bimetal ini secara mengejutkan sangat stabil. Untuk standardisasi berat dinar emas dan dirham perak mengikuti hadis Rasulullah SAW : “Timbangan adalah timbangan penduduk Makkah, dan takaran adalah takaran penduduk Madinah.”(HR Abu Daud)

 Seperti dijelaskan di awal, Islam menekankan dinar emas dan dirham perak pada berat kadarnya bukan pada tulisan atau jumlah/ukuran/bentuk. Pemikiran kembali kepada dinar dan dirham , merupakan sesuatu yang tidak mustahil. Hal ini mengingat saat ini pun posisi dolar terhadap euro kian memperlihatkan betapa dolar AS yang selama ini kokoh mulai kehilangan mahkotanya.

Hal ini didasari bahwa uang yang sekarang berlaku tidak sesuai dengan nilai instrinsiknya lagi. Uang kertas yang kita kenal selama ini memiliki nilai intrinsik yang tidak stabil, salah satunya dikarenakan inflasi. Sementara penggunaan dinar dan dirham tidak terpengaruh inflasi karena nilai instrinsiknya berupa emas dan perak.(*)

 

Penulis adalah: Hahasiswa Universitas Jambi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis.



Artikel Rekomendasi